Rabu, 20 Juli 2011

Jerami di Desa Triwarno Tidak di Izinkan Untuk diambil

Para peternak sapi kini benar-benar merasakan dampak musim kemarau. Mereka saat ini kesulitan mencari pakan tenak. Begitu sulitnya mencari rumput segar, jerami sisa panen pun diburu oleh para peternak sapi dari luar daerah. Sudras, 38, warga Brosot, Kulonprogo mengungkapkan, dia terpaksa harus mencari jerami hingga ke Purworejo. Selain kesulitan mencari rumput segar, di daerahnya, musim panen sudah berlalu sehingga sulit mendapatkan jerami.

’’Di Kulonprogo kami sudah kesulitan mencari jerami untuk pakan sapi karena musim panen sudah menyusut tajam,’’ kata Sudras sembari mengangkut jerami dari sawah milik warga Desa Wangunrejo, Purwordadi, kemarin (7/7).

Sudras menuturkan, setiap dua hari sekali dia harus berburu jerami ke berbagai daerah untuk pakan ternaknya. Purworejo menjadi wilayah terdekat perburuan jerami itu.
’’Saya membutuhkan jerami hingga setengah kuintal untuk dua ekor sapi milik saya selama dua hari. Saya tidak sendiri, ada puluhan bahkan ratusan peternak sapi dari Kulonprogo yang mencari jerami ke sini,’’ imbuhnya.

Sudras mengaku mendapatkan jerami di Purworejo secara gratis dari petani. ’’Saya minta kepada petani ketika mereka sedang memanen padi. Jerami ini gratis, tidak beli,’’ jelasnya.
Meski demikian, Sudras mengaku tidak asal mengambil jerami. Terlebih jika pemilik sawah melarangnya. ’’Di Purworejo ada beberapa desa yang melarang pengambilan jerami karena akan digunakan untuk pupuk. Tapi tidak semua desa, dan jerami di sini masih cukup banyak,’’ bebernya.

Terpisah W. Subagyo, lurah Triwarno, Banyuurip mengaku, warganya memang tidak mengizinkan jerami dibawa keluar daerah. Sebab, jerami masih dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pakan sapi milik peternak di desanya.

’’Untuk mengantisipai aksi pengambilan jerami, sejumlah petani bahkan memasang papan larangan di sawah-sawah milik mereka. Jadi tidak perlu memperingatkan secara lisan kepada para pemburu jerami,’’ tandasnya.

Sumber : Radarjogja

Selasa, 19 Juli 2011

Ritual Konyol Meneror Perangkat Desa

Dipandu Penelepon, Lukai Diri demi Bupati Sejumlah perangkat desa di Purworejo
melakukan ritual aniaya diri.

Mereka melukai bagian-bagian tubuh dengan pecahan gelas dan pisau. Ritual konyol tersebut dilakukan dengan dipandu seorang penelepon yang mengaku pejabat Pemkab Purworejo. Sejumlah perangkat desa pun menjadi korban. Berikut laporannya.

SELASA, 5 April 2011, sekitar pukul 14.00, Kepala Desa (Kades) Triwarno, Kecamatan Banyuurip, Purworejo, W Subagyo, mendapat telepon dari orang yang mengaku pelaksana tugas (Plt) Sekda Purworejo, Drs Tri Handoyo MM. Dari suara dan caranya memanggil, Subagyo awalnya sangat yakin si penelepon adalah Tri Handoyo.

”Saya sangat yakin itu seperti suara Pak Tri. Beliau kalau memanggil saya tidak pernah Pak Lurah atau nama saya, tapi Pak Kades,” tutur Subagyo mengawali cerita soal ritual aniaya diri yang dijalaninya bersama dua perangkatnya awal April lalu.

Si penelepon meminta tolong agar Subagyo membantu Bupati Drs H Mahsun Zain MAg supaya melaksanakan ritual. Tujuannya untuk keamanan dan keselamatan masyarakat Purworejo, serta agar orang-orang yang memusuhi bupati bisa celaka. Si penelepon mengatakan, tata cara ritual dan uba rampe yang diperlukan akan dijelaskan oleh paranormal yang dipercaya bupati untuk melaksanakan ritual tersebut.

Sejumlah uba rampe yang diperlukan antara lain minyak tiner, cat kayu warna hitam, tiga batang lidi, kopi pahit, teh pahit, air putih dari sumur tua, dan pisau baru. Subagyo diminta menunjuk dua orang perangkat desa yang akan ditugaskan melaksanakan ritual.

Setelah semuanya disiapkan, Selasa (5/4) malam, ritual pun dilaksanakan di mushala yang ada di rumah Subagyo. Mereka dipandu melalui telepon. ”Orang yang mengaku Sekda bilang akan datang bersama bupati tengah malam. Kami diminta melakukan ritual lebih dulu,” katanya.

Sekitar pukul 20.00, ritual dimulai dengan melumuri sekujur tubuh dua perangkat desa dengan cat dan tiner. Selanjutnya, mereka meminum air yang telah disediakan dalam gelas. Si penelpon kemudian meminta agar gelas itu dipecah. Selanjutnya, pecahan gelas digunakan kedua perangkat desa untuk saling melukai di bagian wajah. Si penelpon bilang, pelaksana ritual tidak akan luka karena yang mengalami luka adalah para musuh bupati dan orang-orang yang ingin mengacaukan Purworejo.

Tanpa berpikir panjang, perintah itu dituruti. Kedua perangkat saling mengiris bibir, tangan, kuping, dan lidah. ”Tapi, alhamdulillah meskipun berdarah (organ yang diiris) tidak sampai putus. Kegiatan ritual dilaksanakan sampai pukul 23.30 dan akhirnya kami hentikan setelah Sekda dan Bupati tidak juga datang. Kami sadar kalau ini hanya penipuan,” katanya.

Hal yang sama juga terjadi di Desa Seborokrapyak, Kecamatan Banyuurip. Kades Seborokrapyak, Agung Kholik juga ditelepon orang yang mengaku Plt Sekda. Dia diminta menunjuk perangkat desa dengan kriteria umur tidak lebih dari 40 tahun, tinggi badan minimal 165, dan berat badan cukup.

”Katanya ya itu disuruh membantu bupati yang akan ritual melaksanakan penanaman kepala kerbau di alun-alun Purworejo demi keselamatan. Pikir kami ini seperti perintah pimpinan dan harus kami laksanakan,” jelas Agung.
Menurut dia, peristiwa itu terjadi Rabu (6/4), atau sehari setelah peristiwa di Desa Triwarno.

Kaur Keuangan Mujiyanto (45) yang diminta menjalankan ritual. Uba rampe-nya sama persis, namun dia hanya sendirian. Gelas yang pecah juga diminta si penelpon yang memandu agar digunakan untuk melukai diri.
”Saya hantamkan di jidat ternyata mengucur darah. Demikian juga di kaki sebelah kanan dan kiri,” tutur Mujiyanto.

Dia tidak mengalami luka serius setelah memotong tangan, lidah, dan telinganya dengan pisau yang disediakan. Mereka baru menyadari itu hanya penipuan setelah tengah malam Bupati dan Sekda yang janji akan datang ternyata tidak kunjung tiba.

”Saya cari dengan memutari seluruh desa di punden-punden tapi tidak ada. Saya baru sadar ini penipuan setelah saya telepon langsung ke nomor Pak Tri Handoyo, dan dijawab bahwa itu penipuan,” katanya.

Upaya penipuan juga nyaris menimpa perangkat desa di Bencorejo, Wangunrejo, dan Candingasinan. Si penelepon yang menggunakan nomor 082134716382 sudah menghubungi kades ketiga desa itu. Namun, mereka tidak melaksanakan perintah si penelpon karena sudah mendengar kabar soal ritual tak masuk akal yang dipastikan penipuan tersebut.

Kabag Humas Setda Purworejo Drs Joko Saptono menyatakan Bupati dan Plt Sekda sama sekali tidak pernah memerintahkan perangkat desa untuk melaksanakan ritual aniaya diri. ”Itu sama sekali tidak benar. Kejadian ini hanya teror yang dimaksudkan untuk merusak kondusifitas wilayah Purworejo,” katanya.

Dia meminta para perangkat desa agar tidak mempercayai siapa pun yang menelepon dengan mengaku pejabat kemudian memerintahkan untuk melakukan ritual konyol tersebut. Mengenai motif penipuan tersebut, Kabag Humas menyatakan tidak tahu.

Kades Triwarno, W Subagyo memperkirakan ada motif politik untuk merusak citra Bupati. ”Yang menjadi korban ternyata wilayah-wilayah yang menjadi basis pendukung Pak Mahsun saat pilkada,” katanya.

Kemungkinan lain, menurut Subagyo, si peneror ingin mengacaukan Purworejo. Dia berharap polisi melacak aksi teror aniaya diri yang sangat meresahkan para perangkat desa tersebut.

Sementara itu, Kaur Keuangan Desa Seborokrapyak Mujiyanto mengaku sangat dirugikan secara moril atas kejadian itu. Dia berharap kejadian serupa tidak menimpa perangkat desa lainnya. ”Mohon Pemkab segera mengambil tindakan,” katanya.

Meskipun dia mengalami luka di bagian dahi, tangan, dan kedua kakinya, tetapi hingga kemarin dia belum mendapatkan santunan dari Pemkab Purworejo. Perwakilan dari Pemkab Purworejo juga belum menengok dia berkaitan dengan peristiwa yang dialaminya tersebut.

Maklumi Cuaca, Sawah di Triwarno Pantang Dibero, Petani Untung Berlipat



Seorang petani dituntut memiliki sifat pantang menyerah. Termasuk saat mereka diberi tantangan berupa musim kemarau yang kering dan panjang. Mereka pun harus pandai memilih tanaman agar tetap bisa menghasilkan.

HENDRI UTOMO, Banyuurip

MENSYUKURI apa yang sudah digariskan Tuhan, tidak mengeluh dengan cuaca yang terus berganti dan merasa sayang jika membiarkan sawah bero tanpa tanaman. Terbukti menuai berkah para petani, seperti yang terlihat di Kecamatan Banyuurip.


Desa Triwarno misalnya, petani bahkan bisa menikmati hasil sawah melimpah sepanjang tahun. "Di saat wilayah lain menyerah dengan kondisi alam, kami tetap berusaha supaya sawah-sawah kami tidak bero. Berbagai jenis tanaman palawija seperti cabai, melon, dan semangka bisa dibudidayakan saat kemarau seperti ini," ungkap W Subagyo, Kades Triwarno, kemarin.
Dikatakan, hampir seluruh sawah di desanya dimanfaatkan untuk pertanian palawija dan hortikultura saat memasuki kemarau. "Luas sawah di desa kami yakni 130 hektare, dan hampir tidak pernah bero saat kemarau," imbuhnya.


Sejak dua tahun terakhir sawah di Triwarno tidak diizinkan bero, sambung Subagyo, pendapatan warga dengan bercocok tanam saat kemarau justru meningkat. Untuk mengatasi kesulitan air, petani setempat sudah memiliki sumur-sumur pantek yang selalu siap dipompa. Petani Triwarno bahkan memiliki seratus unit mesin pompa untuk mengairi sawah selama kemarau.
Terpisah, Kabid Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Purworejo, Ir Eko Anang menyatakan, sukses para petani di Desa Triwarno dalam mengolah sawah selama musim kemarau bisa menjadi contoh nyata. Pasalnya masih ada sekitar 70 persen sawah selama musim kemarau dibiarkan tanpa tanaman.


"Jumlah sawah yang dibiarkan bero atau dikeringkan selama musim kemarau masih tinggi. Hanya sekitar 30 persen saja sawah yang diolah. Mayoritas untuk budidaya sayuran dan buah-buahan," tandasnya.


Keteguhan petani tersebut patut dicontoh oleh petani lain yang selama setahun penuh mendapat air dari saluran pengairan. Kondisi lahan dan cuaca yang mereka terima ditanggapi dengan tindakan positif yakni dengan menanam tanaman yang bisa dipanen meskipun kondisi tanah dan musim tidak berpihak kepada mereka.

Sumber : Radar jogja

Petani di Triwarno Manfaatkan Sawah Saat Kemarau

Kegigihan petani di Desa Triwarno Kecamatan Banyuurip Kabupaten Purworejo dalam mengolah sawah selama musim kemarau menuai hasil. Petani setempat kini bisa menikmati hasil melimpah sepanjang tahun, yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan.

Kades Triwarno W Subagyo mengatakan, petani bisa menikmati keuntungan berlipat, terus menerus lantaran tidak membiarkan sawahnya bero. "Saat kemarau, petani kami memanfaatkan lahan sawah untuk bertanam melon, semangka, cabai, bahkan padi," ujarnya kepada KRjogja.com, Selasa (21/6).

Hampir seluruh sawah milik warganya dimanfaatkan untuk pertanian palawija dan hortikultura saat memasuki kemarau. Desa Triwano memiliki sawah seluas 130 hektare.

Hasil berlipat membuat petani semakin semangat memanfaatkan sawah mereka. Dua hektare tanaman melon yang dibudidayakan petani dalam dua bulan, bisa menghasilkan pendapatan kotor hingga Rp 60 juta. Sementara lahan cabai seluas sekitar 600 meter persegi, mampu memanen hasil hingga 10 juta sekali tanam.

Diperkirakan, petani Triwarno bisa tiga kali menanam melon dan semangka selama musim kemarau. Petani Triwarno, lanjutnya, baru mulai memanfaatkan lahan bero sejak dua tahun terakhir. Menurutnya, petani yang memanfaatkan lahan mereka seama kemarau mendapatkan hasil dengan meningkatnya pendapatan.

"Dampak positif lainnya, kewajiban membayar PBB selalu ditaati warga. Jika dua tahun lalu, capaian PBB masih sekitar 50 persen, kini selalu lunas," tambahnya.

Untuk mengatasi kesulitan air, petani setempat akan membuat sumur pantek dan menggunakan mesin pompa. Menurutnya, petani sudah menyiapkan sebanyak seratus unit mesin pompa untuk mengairi sawah selama kemarau.

Menurutnya, petani sudah berencana menanam semangka pada lahan seluas 25 hektare, melon 5 hektare, jagung 10 hektare dan padi 2 hektare. "Rencananya demikian, namun bisa jadi nanti akan bertambah," ungkapnya.

Sumber : KRjogja.com

Dorong Kemandirian Warga Lewat Swadaya

Kades Triwarno W Subagyo :

Sejak menjabat sebagai Kepala Desa Banyuurip,19 Desember 2006, W. Subagyo terus memacu warga untuk membangun wilayahnya melalui gerakan mandiri yang berupa swadaya di segala bidang pembangunan.

Tidaklah berlebihan kalau desa yang jumlah pendudukya mencapai 1.515 jiwa dan 90 % menggantungkan hidupnya lewat pertanian mudah diajak bermusyawarah untuk membahas setiap program yang akan dilaksanakan. "Hampir semua kegiatan pembangunan yang ada di desa mendapat dukungan warga lewat pemberdayaan swadaya," papar bapak tiga anak ini mantap.

Sejak dipercaya masyarakat untuk menjadi kepala desa, dirinya terus memacu berbagai program yang menyentuh dan yang langsung dibutuhkan masyarakat. Menyadari warganya hampir 90 persen hidup pada bidang petanian, maka program pertama yang dilakukan, berupa pembanguan saluran irigasi tersier beserta dam-damnya yang menghabiskan dana Rp 50 juta. Kemudian pembuatan sumur pantek sebanyak l00 unit. Hasilnya, yang dulunya hanya panen dua kali, sekarang bisa tiga kali. Selaiun itu, warga membangun Kantor Koperasi "Waspada" dan sekaligus membangun gudang untuk lumbung padi hasil panen warga serta beras. "Adanya koperasi dan lumbung pangan itu, warga Triwarno tidak akan kekurangan gabah dan beras karena semua tersedia di gudang," jelas mantan anggota reskrim Polres Purworejo ini. Koperasi tersebut juga mempunyai pengurus. Ketuanya, Drs. Kholik Purwanto dengan bendahara Saryono,B.A.

Koperasi ini sehari-harinya mengurusi dan melayani kebutuhan warga seperti pupuk, obat-obat pertanian, simpan pinjam gabah maupun beras. Adapun dana untuk membangun kantor koperasi, gudang beras, dan gabah sebesar Rp 49 juta. Sedangkan 30 juta adalah swadaya masyarakat. Kemudian, untuk memperlancar ekonomi masyarakat dan jual beli hasil pertanian dibangunlah pasar desa senilai Rp 17 dan Rp 7 juta merupakan hasil swadaya masyarakat. Pengurus pasar ini diketuai Tri Iswantoro yang sehari-harinya sebagai perangkat desa Jagabaya.

Setelah berhasil membangun bidang pertanian, Kades Subagyo yang dikenal energik dan selalu terjun di lapangan ini membangun sarana jalan. Baginya, sarana jalan ini sangat penting untuk memperlancar kegiatan masyarakat desa. Dari hasil swadaya murni masyarakat terwujudlah pembangunan jalan sepanjang 700 meter senilai Rp 40 juta yang lokasinya jalan Nawangan berupa rabat beton. Kemudian berlanjut di Pedukuhan Popohan sepanjang 500 meter dengan dana Rp 33 juta. Terus pembangunan jalan makadam di pedukuhan Demplo sepanjang 400 meter dengan dana Rp 10 juta. Pembanguann sarana jalan yang merambah di semua pedukuhan itu juga dilaksanakan di Pedukuhan Plenden berupa jalan makadam sepanjang 1 km senilai Rp 15 juta dimana separonya berupa swadaya masyarakat. Selanjutnya, pembangunan jalan makadam yang berupa pondasi kiri-kanan menuju ke Makam Pundensari senilai Rp 20 juta. Untuk memperlancar hubungan antar warga, dibangunlah jalan tembus antara Plenden dan Bandar yang menghabiskan dana sebanyak Rp 47,5 juta dengan rincian Rp 39,5 juta dana bantuan provinsi dan yang Rp 8 juta dari swadaya masyarakat.

Mengenai dana PNPM untuk tahun 2020, Desa Triwarno mendapatkan bantuan sebesar Rp 93,3 juta. Dana PNPM dimanfaatkan untuk pembangunan jalan Pedukuhan Demplo-Wingko sepanjang 1.3028 meter. "Karena ada penghematan dana maka bisa dikembangkan sepanjang 300 meter dengan bestek yang sama. Penghematan itu berupa tenaga dari masyarakat yang cuma-cuma alias tidak mendapatkan upah.

Kemudian, untuk meningkatkan kegiatan keagamaan dibangunlah sarana ibadah berupa pembangunan musala "Al Barokah" murni swadaya masyarakat yang berhasil dikumpulkan sebanyak Rp 50 juta.

Suami dari Ida Indrawati ini juga membenahi sarana balai desa senilai Rp 27 juta. Kemudian keramikisasi pendopo senilai Rp 49 juta. Desa Triwarno juga dikenal sebagai desa mandiri yang berbasis pangan sejak Januari 2010. "Artinya masyarakat tidak akan kekurangan pangan karena tersedia lumbung beras dan gabah," ujar W. Subagyo. Bahkan, tahun sebelum sebagai Desa Siaga pada Januari 2009. Kiprah Kades Triwarno ini juga diimbangi istrinya yang menggerakkan warganya terutama ibu-ibu PKK membuat industri makanan kecil. Tidak sampai di situ saja, tetapi juga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan lahan yang tidak produktif untuk ditanami pisang dan pohon jati. Hasilnya cukup lumayan. Hampir di 7 pedukuhan yang ada di Desa Triwarno Kecamatan Banyuurip ini ada tanaman jatinya. ( Yulius P. ).

Sumber : Majalahbuser.com

Pasar Tradisional Demplo




Tentang Pasar Tradisional Demplo

Warga disana sering menyebutnya Pasar Demplo, Karena Pasar ini terletak di Dusun Demplo, Pasar ini beroperasi hanya dua kali dalam satu minggu, yakni setiap hari selasa dan hari jum'at.



Setiap dua hari tersebut suasana Pasar rame sekali, bukan hanya warga triwarno saja yang berbondong-bondong mendatangi pasar ini, tetapi warga tetangga desa yang lainpun ikut meramaikan pasar Demplo ini. Mereka membeli kebutuhan rumah masing-masing, tetapi kebanyakan mereka mencari sayur-sayuran , kebutuhan dapur dan jajan pasar.

Memang di pasar ini kebanyakan pedagang makanan, tetapi ada juga pedagang perabotan rumah tangga, dan pakaian, tetapi jika di banding dengan pedagang makanan dan kebutuhan dapur hanya berbanding 10 dibanding 1.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes